BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang.
Didalam kehidupan sehari-hari kita sering melakukan
negosiasi, baik secara sadar maupun tidak. Negosiasi kita lakukan dari hal-hal
yang kecil, misalnya, negosiasi di pasar ketika berbelanja barang kebutuhan
sehari-hari sampai kepada negosiasi yang sifatnya lebih formal dalam mewakili
kepentingan organisasi, atau perusahaan tempat kita bekerja.
Negosiasi yang formal lazimnya kita lakukan dalam
kapasitas kita sebagai profesional yang mewakili organisasi atau perusahaan kita
di meja perundingan. Misalnya sebagai pengusaha, manajer, atau tenaga
profesional lainnya yang berunding secara formal dengan calon mitra bisnis
kita. Namun negosiasi informal yang berkembang dalam pembicaraan yang bersifat
tak resmi, dalam bentuk lobi-lobi tertentu, sering juga diperlukan untuk
membuka jalan atau menunjang kelancaran proses negosiasi formal yang
berlangsung di meja perundingan resmi.
Sebagian besar proses pengambilan keputusan di seluruh
bidang pekerjaan baik di dalam internal organisasi maupun dengan pihak luar,
dapat diperlancar melalui proses negosiasi baik formal maupun informal yang
efektif. Sebagian besar permasalahan bisnis di lapangan ternyata disebabkan
oleh kurangnya pemahaman para pelaku bisnis akan arti penting negosiasi dan
cara melakukannya dengan benar. Padahal, negosiasi kadang lebih menentukan
ketimbang perjanjian hitam di atas putih, terutama di awal-awal memulai kerja
sama. Bahkan tidak jarang pula negosiasi dilakukan tanpa persiapan. Akibatnya,
ketika dilakukan, negosiasi hanya menjadi sia-sia dan kita jadi rugi waktu dan
tenaga. Padahal, kerugian itu bisa dihindari apabila pelaku bisnis memposisikan
negosiasi sebagai elemen krusial dalam menjalankan kerjasama bisnis.
1.2.Rumusan
Masalah.
1.
Bagaimana
sistem kerja dalam negosiasi ?
2.
Bagiamana
peran dan kewenangan orang ketiga dalam negosiasi ?
3.
Bagaiaman
sifat putusan seorang negosiator dalam sebuah negosiasi ?
4.
Apa
perbedaan negosiasi dengan arbitrase ?
5.
Mengapa
pilih negosiasi dalam menyelesaikan sengketa ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Sistem
Kerja dalam Negosiasi.
Negosiasi berarti menengahi atau penyelesaian sengketa
melalui penengah (negosiator). Dengan demikian sistem negosiasi, mencari
penyelesaian sengketa melalui negosiator (penengah). Dari pengertian di atas, negosiasi
merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa sebagai terobosan atas
cara-cara penyelesaian tradisional melalui litigasi (berperkara di pengadilan).
Pada negosiasi, para pihak yang bersengketa, datang bersama secara pribadi.
Saling berhadapan antara yang satu dengan yang lain. Para pihak berhadapan
dengan negosiator sebagai pihak ketiga yang netral. Peran dan fungsi negosiator,
membantu para pihak mencari jalan keluar atas penyelesaian yang mereka sengketakan.
Penyelesaian yang hendak diwujudkan dalam negosiasi adalah compromise atau
kompromi di antara para pihak. Dalam mencari kompromi, negosiator
memperingatkan, jangan sampai salah satu pihak cenderung untuk mencari
kemenangan.
Cara
dan sikap yang seperti itu, bertentangan dengan asas negosiasi:
1.
bertujuan mencapai kompromi yang maksimal,
2.
pada kompromi, para pihak sama-sama menang atau win-win,
3.
oleh karena itu tidak ada pihak yang kalah atau losing dan tidak ada yang
menang mutlak.
Tahapan
Negosiasi menurut William Ury dibagi menjadi empat tahap yaitu :
a. Tahapan Persiapan :
1) Persiapan sebagai
kunci keberhasialan;
2) Mengenal lawan,
pelajari sebanyak mungkin pihak lawan dan lakukan penelitian;
3) Usahakan berfikir
dengan cara berfikir lawan dan seolah-olah kepentingan lawan sama dengan
kepentingan anda;
4) Sebaiknya persiapkan
pertanyaan-pertanyaan sebelum pertemuan dan ajukan dalam bahasa yang jelas dan
jangan sekali-kali memojokkan atau menyerang pihak lawan;
5) Memahami kepentingan
kita dan kepentingan lawan;
6) Identifikasi
masalahnya, apakah masalah tersebut menjadi masalah bersama?
7) Menyiapkan agenda,
logistik, ruangan dan konsumsi;
8) Menyiapkan tim dan
strategi;
9) Menentukan BTNA
(Best Alternative to A Negitieted Agreement) alternative lain atau harga dasar
(Bottom Line)
b. Tahap Orientasi dan
Mengatur Posisi :
1) Bertukar Informasi;
2) Saling menjelaskan
permasalahan dan kebutuhan;
3) Mengajuakan tawaran
awal.
c. Tahap Pemberian
Konsensi/ Tawar Menawar
1) Para pihak saling
menyampaikan tawaranya, menjelaskan alasanya dan membujuk pihak lain untuk
menerimanya;
2) Dapat menawarkan
konsensi, tapi pastikan kita memperoleh sesuatu sebagai imbalanya;
3) Mencoba memahai
pemikiran pihak lawan;
4) Mengidentifikasi
kebutuhan bersama;
5) Mengembangkan dan
mendiskusiakan opsi-opsi penyelesaian.
d. Tahapan Penutup
1) Mengevaluasi opsi-opsi berdasarkan
kriteria obyektif
2)
Kesepakatan hanya menguntungkan bila tidak ada lagi opsi lain yang lebih baik,
bila tidak berhasil mencapai kesepakatan, membatalkan komitmen atau menyatakan
tidak ada komitmen.
2.2.
Kewenangan Orang Ketiga dalam Negosiasi.
Karakteristik
Negosiasi :
a. Intervesi negosiator
dapat diterima kedua belah pihak;
b. Negosiator tidak
berwenang membuat keputusan, hanya mendengarkan membujuk dan memberikan
inspirasi kepada para pihak.
2.3.
Sifat Putusan Seorang Negosiator dalam Negosiasi.
Dalam
Undang-undang No.30 tahun 1999 penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui
alternatif penyelesaian sengketa yang dilakukan dengan cara pertemuan langsung
oleh para pihak( negosiasi) diberikan kerangka waktu paling lama 14 hari dan
hasilkan dituangkan dalam bentuk kesepakatan tertulis (perjanjian damai) Pasal
6 ayat (2).
Dalam hal penyelesaian secara negosiasi tidak dapat diselesaikan,maka
atas kesepakatan tertulis para,sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui
bantuan seorang atau lebih penasehat ahli atau seorang negosiator (Pasal 6 ayat
(3)) Persetujuan atau kesepakatan yang telah dicapai tersebut dituangkan secara
tertulis untuk ditandatangani oleh para pihak dan dilaksanakan sebagaimana
mestinya. Kesepakatan tertulis tersebut bersifat final dan mengikat para pihak
dan wajib didaftarkan di pengadilan negeri dalam jangka waktu 30 hari terhitung
sejak tanggal dicapainya kesepakatan.
Sifat Putusan
Pengadilan Terhadap Negosiasi
(Pasal
22) :
• Jika
dicapai kesepakatan damai, dapat diajukan ke hakim banding, hakim kasasi dan
hakim PK untuk memperoleh akta perdamaian.
• Hakim
banding, hakim kasasi atau hakim PK dalam waktu 30 hari kerja menyiapkan akta
perdamaian.
Kesepakatan di Luar
Pengadilan (Pasal 23) :
• Kesepakatan
Perdamaian di luar Pengadilan dapat dikuatkan dengan akta perdamaian oleh
hakim.
• Kesepakatan damai itu harus difasilitasi
oleh negosiator yang bersertifikat.
• Salah
satu pihak mengajukan gugatan dengan melampirkan kesepakatan perdamaian dan
dokumen-dokumen terkait.
• Hakim dapat menguatkan
kesepakatan perdamaian dengan akta perdamaian jika kesepakatan perdamaian itu
memenuhi syarat-syarat berikut:
a.
Sesuai kehendak para pihak;
b.
Tidak bertentnagn dengan hukum;
c.
Tidak merugikan pihak ketiga.
d.
Dapat dieksekusi.
2.4.
Perbedaan Negosiasi dengan Arbitrase.
1. Negosiasi /
Perundingan (Negotiation)
Seorang
Advokat, dalam memberikan Jasa Hukum kepada klient diluar persidangan, terlebih
dahulu membuat surat somasi kepada pihak lawan untuk Negosiasi guna mencari
penyelesaian. Negosiasi ini merupakan tahap tawar – menawar antara pihak –
pihak yang bersengketa, dimana pihak yang satu dalam hal ini Advokat berhadapan
dengan pihak kedua dan berusaha untuk mencapai titik kesepakatan tentang
persoalan tertentu yang dipersengketakan. Misalnya Negosiasi tentang ingkar
janji.
2.
Arbitrase (Arbitration)
Arbitrase
merupakan sistem ADR (Alternative Dispute Resolution) yang paling formal
sifatnya. Lembaga arbitrase tidak lain merupakan suatu jalur musyawarah yang
melibatkan pihak ketiga sebagai wasitnya. jadi, didalam proses arbitrase para
pihak yang bersengketa menyerahkan penyelesaian sengketanya kepada pihak ketiga
yang bukan hakim, melalui advokat dengan sistem penyelesaian sengketa arbitrase
walaupun dalam pelaksanaan putusannya harus dengan bantuan hakim.
Pemberian
jasa Hukum Advokat dalam membela kliennya untuk menyelesaikan sengketa dengan
jalur arbitrase ini dapat mempergunakan salah satu dari dua cara yang dapat
membuka jalan timbulnya perwasitan, yaitu sebagai berikut :
-
Dengan mencantumkan klausula dalam perjanjian pokok, yang berisi bahwa
penyelesaian sengketa yang mungkin timbul akan diselesaikan dengan peradilan
wasit. (Pactum de compromittendo)
-
Dengan suatu perjanjian tersendiri diluar perjanjian pokok. perjanjian ini
dibuat secara khusus bilatelah timbul sengketa dalam melaksanakan perjanjian
pokok. surat perjanjian semacam ini disebut “akta kompromis”. Akta kompromis
ini ditulis dalam suatu akta dan ditandatangani oleh para pihak. kalau para
pihak tidak dapat menandatangani, akta kompromis tersebut harus dibuat di muka
notaris dan saksi. Akta kompromis tersebut berisi pokok-pokok dari perselisihan
nama dan tempat tinggal para pihak, demikian pula nama dan tempat tinggal wasit
atau para wasit, yang jumlahnya selalu ganjil.
Perlu
diketahui bahwa sengketa yang dapat diselesaikan melalui jalur arbitrase yaitu
sengketa dalam dunia bisnis saja. seperti masalah perdagangan, perindustrian
dan keuangan. sengketa perdata lainnya seperti masalah warisan, pengangkatan
anak, perumahan, perburuhan dan lain – lainnya, tidak dapat diselesaikan oleh
lembaga arbitrase.
2.5.
Memilih Negosiasi dalam Penyelesaian Sengketa.
Manfaat yang paling menonjol, antara lain:
1. Penyelesaian
cepat terwujud (quick).
Rata-rata kompromi di antara pihak sudah dapat terwujud
dalam satu minggu atau paling lama satu atau dua bulan. Proses pencapaian
kompromi, terkadang hanya memerlukan dua atau tiga kali pertemuan di antara
pihak yang bersengketa.
2. Biaya
Murah (inexpensive).
Pada umumnya negosiator tidak dibayar. Jika dibayarpun,
tidak mahal. Biaya administrasi juga kecil. Tidak perlu didampingi pengacara,
meskipun hal itu tidak tertutup kemungkinannya. Itu sebabnya proses negosiasi
dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.
3. Bersifat
Rahasia (confidential).
Segala sesuatu yang diutarakan para pihak dalam proses
pengajuan pendapat yang mereka sampaikan kepada negosiator, semuanya bersifat
tertutup. Tidak terbuka untuk umum seperti halnya dalam proses pemeriksaan
pengadilan (there is no public docket). Juga tidak ada peliputan oleh wartawan
(no press coverage).
4. Bersifat
Fair dengan Metode Kompromi.
Hasil kompromi yang dicapai merupakan penyelesaian yang
mereka jalin sendiri, berdasar kepentingan masing-masing tetapi kedua belah
pihak sama-sama berpijak di atas landasan prinsip saling memberi keuntungan
kepada kedua belah pihak. Mereka tidak terikat mengikuti preseden hukum yang
ada. Tidak perlu mengikuti formalitas hukum acara yang dipergunakan pengadilan.
Metode penyelesaian bersifat pendekatan mencapai kompromi. Tidak perlu saling
menyodorkan pembuktian. Penyelesaian dilakukan secara: (a) informal, (b)
fleksibel, (c) memberi kebebasan penuh kepada para pihak mengajukan proposal
yang diinginkan.
5. Hubungan
kedua belah pihak kooperatif.
Dengan negosiasi, hubungan para pihak sejak awal sampai
masa selanjutnya, dibina diatas dasar hubungan kerjasama (cooperation) dalam
menyelesaikan sengketa. Sejak semula para pihak harus melemparkan jauh-jauh
sifat dan sikap permusuhan (antagonistic). Lain halnya berperkara di
pengadilan. Sejak semula para pihak berada pada dua sisi yang saling berhantam
dan bermusuhan. Apabila perkara telah selesai, dendam kesumat terus membara
dalam dada mereka.
6. Hasil
yang dicapai WIN-WIN.
Oleh karena penyelesaian yang diwujudkan berupa kompromi
yang disepakati para pihak, kedua belah pihak sama-sama menang. Tidak ada yang
kalah (lose) tidak ada yang menang (win), tetapi win-win for the beneficial of
all. Lain halnya penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Pasti ada yang kalah
dan menang. Yang menang merasa berada di atas angin, dan yang kalah merasa
terbenam diinjak-injak pengadilan dan pihak yang menang.
7. Tidak
Emosional.
Oleh karena cara pendekatan penyelesaian diarahkan pada
kerjasama untuk mencapai kompromi, masing-masing pihak tidak perlu saling
ngotot mempertahankan fakta dan bukti yang mereka miliki. Tidak saling membela
dan mempertahankan kebenaran masing-masing. Dengan demikian proses penyelesaian
tidak ditunggangi emosi.
Keuntungan Negosiasi :
a. Mengetahui pandanga
pihak lawan;
b. Kesempatan
mengutarakan isi hati untuk didengar piha lawan;
c. Memungkinkan
sengketa secara bersama-sama;
d. Mengupayakan solusi
terbaik yang dapat diterima oleh keduabelah pihak;
e. Tidak terikat kepada
kebenaran fakta atau masalah hukum;
f. Dapat diadakan dan
diakhiri sewaktu-waktu.
Prasyarat Negosiasi yang efektif :
a. Kemauan
(Willingness) untuk menyelesaikan masalah dan bernegosiasi secara sukarela;
b. Kesiapan
(Preparedness) melakukan negosiasi;
c. Kewenangan
(authoritative) mengambil keputusan;
d. Keseimbangan
kekuatan (equal bergaining power) ada sebagai saling ketergantungan;
e. Keterlibatan seluruh
pihak (steaholdereship) dukungan seluruh pihak terkait;
f. Holistic (comprehenship)
pembahasan secara menyeluruh;
g. Masih ada komunikasi
antara para pihak;
h. Masih ada rasa
percaya dari para pihak
i. Sengketa tidak
terlalu pelik
j. Tanpa prasangka dan
segala komunikasiatau diskusi yang terjadi tidak dapat digunakan sebagai alat
bukti
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Negosiasi
merupakan suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan
diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan
dilakukan di masa mendatang. Tujuan dilakukannya negosiasi yaitu untuk
mengatasi atau menyesuaikan perbedaan, untuk memperoleh sesuatu dari pihak lain
(yang tidak dapat dipaksakan) dan untuk mencapai kesepakatan yang dapat
diterima kedua belah pihak dalam rangka suatu transaksi atau menyelesaikan
sengketa.
Ada
2 teknik dalam negosiasi yaitu distribusi negosiasi dan integrasi negosiasi.
Distribusi negosiasi merupakan negosiasi antara dua pihak yang memiliki fixed
value yang saling dipersaingkan dan Setiap pihak akan bersaing untuk
mendapatkan keuntungan lebih. Sedangkan integrasi negosiasi merupakan kerja
sama antara dua pihak untuk mencapai keuntungan maksimal dengan
mengintegrasikan kepentingan mereka dan memperjuangkan kepentingan yang
menguntungkan tanpa merugikan pihak lain
Langkah-langkah
yang dilakukan dalam negosiasi yaitu persiapan, pembukaan, memulai proses
negosiasi, zona tawar menawar dan membangun kesepakatan. Yang perlu kita
ketahui dalam negosiasi yaitu tidak akan pernah tercapai kesepakatan kalau
sejak awal masing-masing atau salah satu pihak tidak memiliki niat untuk
mencapai kesepakatan. Kesepakatan harus dibangun dari keinginan atau niat dari
kedua belah pihak, sehingga tidak bertepuk sebelah tangan. Karena itu, penting
sekali dalam awal-awal negosiasi memahami dan mengetahui sikap dari pihak lain,
melalui apa yang disampaikan secara lisan, bahasa gerak tubuh maupun ekspresi
wajah.
DAFTAR PUSTAKA
·
Bazerman, Max. H. 1994.
Judgement in managerial Decision Making, John Wiley & Sons, INC, New York.
·
Luthans F, 2006.
Perilaku Organisasi Edisi 10, Penerbit Andi, Yogyakarta.
·
Setiadi N J, 2008.
Business Economics and Managerial Decision Making, Kencana, Jakarta.
·
http://suryaafrilian.blogspot.com.
Diakses pada tanggal 05 Mei 2013 pukul 22.10 WIB.
·
Negosiasi Dalam Bisnis.
http://id.shvoong.com/. Diakses pada tanggal 05 Mei 2013 pukul 22.10 WIB.
·
Tips Cara Bernegosiasi.
http://artikelkarir.com. Diakses pada tanggal 05 Mei 2013 pukul 22.10 WIB.
·
Matohar, Tonding. 2013.
Negosiasi Bisnis. http://tohirmatondang.blogspot.com. Diakses pada tanggal 05
Mei 2013 pukul 22.10 WIB.
·
Purba, Kamsia. 2013.
Kesepakatan Negosiasi Bisnis dalam Persaingan Global. http://heropurba.blogspot.com.
Diakses pada tanggal 05 Mei 2013 pukul 22.10 WIB.