BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembentukan
masyarakat sadar hukum dan taat akan hukum merupakan cita-cita dari adanya
norma-norma yang menginginkan masyarakat yang berkeadilan sehingga sendi-sendi
dari budaya masyarakat akan berkembang menuju terciptanya suatu sistem
masyarakat yang menghargai satu sama lainnya, membuat masyarakat sadar hukum
dan taat hukum bukanlah sesuatu yang mudah dengan membalik telapak tangan,
banyak yang harus diupayakan oleh pendiri atau pemikir negeri ini untuk memikirkan
hal tersebut. Hukum bukanlah satu-satunya yang berfungsi untuk menjadikan masyarakat
sadar hukum dan taat hukum, Indonesia yang notabene adalah negara yang sangat
heterogen tampaknya dalam membentuk formulasi hukum positif agak berbeda dengan
negara-negara yang kulturnya homogen, sangatlah penting kiranya sebelum
membentuk suatu hukum yang akan mengatur perjalanan masyarakat, haruslah digali
tentang filsafat hukum secara lebih komprehensif yang akan mewujudkan keadilan
yang nyata bagi seluruh golongan, suku, ras, agama yang ada di Indonesia.
Peranan hukum didalam masyarakat
sebagimana tujuan hukum itu sendiri adalah menjamin kepastian dan keadilan,
dalam kehidupan masyarakat senantiasa terdapat perbedaan antara pola-pola
perilaku atau tata-kelakuan yang berlaku dalam masyarakat dengan pola-pola
perilaku yang dikehendaki oleh norma-norma (kaidah) hukum. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya suatu masalah berupa kesenjangan sosial sehingga pada
waktu tertentu cenderung terjadi konflik dan ketegangan-ketegangan sosial yang
tentunya dapat mengganggu jalannya perubahan masyarakat sebagaimana arah yang
dikehendaki.
Keadaan demikian terjadi oleh karena
adanya hukum yang diciptakan diharapkan dapat dijadikan pedoman (standard)
dalam bertindak bagi masyarakat tidak ada kesadaran hukum sehingga cenderung
tidak ada ketaatan hukum.
1.2. Rumusan Masalah
1.
Apa yang menyebabkan masyarakat menaati hukum ?
2.
Apa yang menyebabkan masyarakat kurang menaati hukum ?
3.
Bagaimana upaya meningkatkan kesadaraan hukum masyarakat ?
1.3. Tujuan Penulisan
Penulisan
makalah ini ditujukan untuk menenuhi tugas makalah kelompok yang diberikan oleh
dosen pengasuh mata kuliah “Etika Profesi Hukum”.
Terlebih lagi, makalah ini untuk menambah pengetahuan
penulis dan pembaca, untuk mengetahi penyebab faktor masyarakat menaati dan
penyebab masyarakat kurang menaati hukum, serta upaya untuk meningkatkan
kesadaran hukum masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Penyebab manusia menaati hukum
Sifat dasar manusia yang ingin hidup tenang dan rukun
dengan manusia lainnya mendorong mereka untuk membuat suatu peraturan hukum
yang mengikat semua pihak yang tidak lain untuk menciptakan keteraturan
diantara mereka. Kemudian dalam pelaksanaan peraturan tersebut diadakan suatu
sanksi bagi siapa saja yang melanggar. Sanksi ini dimaksudkan supaya masyarakat
yang ada dapat mentaati hukum serta loyal atau kesetiaan terhadap aparat hukum.
Faktor-faktor yang menyebabkan warga masyarakat mematuhi
hukum, setidak-tidaknya dapat dikembalikan pada faktor-faktor atau hal-hal
sebagai berikut sebagaiman dikutip oleh Soerjono Soekamto berdasarkan pendapat
L. Pospisil :
1. compliance, yaitu:
“an overt acceptance
induced by expectation of rewards and an attempt to avoid possible punishment –
not by any conviction in the desirability of the enforced nile. Power of the
influencing agent is based on ‘means-control” and, as a consequence, the
influenced person conforms only under surveillance”. (Orang mentaati hukum
karena takut terkena hukuman. Ketaatan sebagai pemenuhan suatu penerimaan
terang yang dibujuk oleh harapan penghargaan dan suatu usaha untuk menghindari
kemungkinan hukuman, bukan karena keinginan yang kuat untuk menaati hukum dari
dalam diri. Kekuatan yang mempengaruhi didasarkan pada ”alat-alat kendali” dan,
sebagai konsekuensinya, orang yang dipengaruhi menyesuaikan diri hanya di bawah
pengawasan.)
2. Identification, yaitu:
“an acceptance of a
rule not because of its intrinsic value and appeal but because of a person’s
desire to maintain membership in a group or relationship with the agent. The
source of power is the attractiveness of the relation which the persons enjoy
with the group or agent, and his conformity with the rule will be dependent
upon the salience of these relationships” (Ketaatan yang bersifat
identification, artinya ketaatan kepada suatu aturan karena takut hubungan
baiknya dengan seseorang menjadi rusak. Identifikasi, yaitu: suatu penerimaan
terhadap aturan bukan karena nilai hakikinya, dan pendekatan hanyalah sebab
keinginan seseorang untuk memelihara keanggotaan di dalam suatu hubungan atau
kelompok dengan ketaatan itu. Sumber kuasa menjadi daya pikat dari hubungan
orang-orang yang menikmati kebersamaan kelompok itu, dan penyesuaiannya dengan
aturan akan bergantung atas hubungan utama ini.)
3. Internalization, yaitu:
“the acceptance by an
individual of a rule or behavior because he finds its content intrinsically
rewarding … the content is congruent with a person’s values either because his
values changed and adapted to the inevitable”. (Ketaatan yang bersifat
internalization, artinya ketaatan pada suatu aturan karena ia benar-benar
merasa bahwa aturan itu sesuai dengan nilai instrinsik yang dianutnya.
Internalisasi, yaitu: ” penerimaan oleh aturan perorangan atau perilaku sebab
ia temukan isinya yang pada hakekatnya memberi penghargaan… isi adalah sama dan
sebangun dengan nilai-nilai seseorang yang manapun, sebab nilai-nilainya
mengubah dan menyesuaikan diri dengan – yang tak bisa diacuhkan. Ada kesadaran
dari dalam diri yang membuatnya mentaati hukum dengan baik.)
Menurut Cristoper Berry Gray, ada tiga pandangan mengapa
seorang mentaati hukum:
1. Pandangan Ekstrem
pertama, adalah pandangan bahwa merupakan “kewajiban moral” bagi setiap warga
negara untuk melakukan yang terbaik yaitu senantiasa mentaati hukum, kecuali
dalam hal hukum memang menjadi tidak menjamin kepastian atau inkonsistensi,
kadang-kadang keadaan ini muncul dalam pemerintahan rezim yang lalim.
2. Pandangan kedua yang
dianggap pandangan tengah, adalah kewajiban utama bagi setiap orang (Prima
facie) adalah kewajiban mentaati hukum.
3. Pandangan Ketiga
dianggap pandangan ekstrim kedua yang berlawanan dengan pandangan pertama,
adalah bahwa kita hanya mempunyai kewajiban moral untuk hukum, jika hukum itu
benar, dan kita tidak terikat untuk mentaati hukum.
2.2.
Penyebab manusia kurang menaati hukum
Masyarakat
majemuk seperti masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, budaya
dan agama, tentu akan memiliki budaya hukum yang beraneka ragam. Semuanya itu
akan memperkaya khasanah budaya dalam menyikapi hukum yang berlaku, baik di
lingkungan kelompok masyarakatnya maupun berpengaruh secara nasional. Kita akan
mencoba melihat bagaimana negara kita khususnya masyarakat Indonesia, memandang
pelanggaran hukum beserta konsekuensinya. Dalam mata pelajaran moral dan
kewarganegaraan yang diajarkan di sekolah-sekolah, seorang pengajar selalu
menekankan bahwa negara kita adalah negara hukum, negara yang menjunjung tinggi
hukum dan peraturan. Banyak dari segi kehidupan berbangsa dan bernegara kita
diatur oleh hukum dan peraturan. Tentu saja hal ini sangat bermanfaat mengingat
negara kita merupakan negara yang majemuk dan bervariasi.
Bayangkan jika tidak ada hukum atau
peraturan yang mengatur kemajemukan budaya dan adat istiadat dari berbagai
macam suku dan ras di Indonesia. Tentu negara kita akan terpecah belah oleh
sedikit perbedaan saja. Namun, meskipun banyak sekali peraturan dan hukum yang
telah dibuat, hal ini tidak membuat seseorang langsung menjadi orang yang taat
akan segala hukum begitu saja. Ingat, bahwa di dalam diri setiap manusia ada
rasa ingin bebas dan merdeka. Mungkin pada awalnya, seseorang akan selalu
mematuhi peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. Tetapi seraya waktu terus
berjalan, beberapa orang mulai merasa bahwa peraturan-peraturan tersebut
terlalu membatasi gerak-gerik kehidupannya. Maka, secara perlahan tapi pasti,
seseorang akan mulai melanggar hal-hal yang kecil, lalu beranjak terus ke
pelanggaran yang serius.
Faktor penyebab kurangnya kesadaran hukum di dalam masyarakat
itu ada 2 yaitu dari masyarakat dan aparat penegak hukum.
1. Masyarakat
: Masyarakat merasa hukum di indonesia masih belum bisa memberikan jaminan
terhadap mereka. Dan kebanyakan dari mereka masih belum mengerti dan memahami
bahasa dari hukum, sehingga kesadaran masyarakat terhadap hukum itu kurang.
2. Aparat
penegak hukum : Aparat penegak hukum sebagai pembuat dan pelaksana hukum itu
sendiri masih belum bisa untuk benar-benar menerapkan peraturan yang sudah
ditetapkan. Malah sering aparat penegak hukum yang seharusnya sebagai pelaksana
malah melanggar hukum. Hal itu membuat masyarakat menjadi memandang remeh
aparat penegak hukum.
Dalam sebuah artikel dikatakan bahwa ada beberapa hal
diantaranya alasan seseorang melakukan perbuatan melanggar hukum.
1. Tidak
tahu
Alasan yang paling umum kenapa seseorang
melanggar hukum adalah dengan alasan tidak tahu ada aturan hukum. Alasan ini
sebenarnya alasan klasik, karena setiap tindakan manusia ada aturan yang
mengaturnya, apalagi jika negara sudah menyatakan dirinya negara hukum. Alasan
ini tidak membebaskan seseorang dari saksi hukum.
2. Tidak mau tahu
Banyak orang tahu
aturan hukum ketika melakukan suatu tindakan atau perbuatan, tetapi aturan itu
dilanggar dan diabaikan. Biasanya orang seperti ini merasa hukum telah menjadi
penghabat bagi pencapaian keinginannya. Sepanjang tidak ada yang mengusik atau
merasa aman-aman saja, ia akan terus melakukannya dan ia baru berhenti saat
perbuatannya ada yang melaporkannya, atau tertanggkap petugas hukum dan
diproses secara hukum. Tindakkan orang serupa ini tergolong perbuatan melanggar
hukum yang mendasar karena ada unsur kesengajaan.
3. Terpaksa
Kebanyakan orang
memberikan alasan mengapa ia melanggar hukum karena terpaksa. Orang itu merasa
tidak ada pilihan lain, ia tepaksa melakukannya bisa jadi karena kondisi
ekonomi, social atau dilakukan atas perintah atasan, atau pun karena diancam.
Alasan terpaksa terkadang hanya merupakan alibi, sebab keadaan terpaksa dalam
hukum itu ada ukuran dan nilainya.
4. Tidak mampu mengendalikan diri
Sabar adalah sebagian
dari iman. Tetapi seseorang melanggar hukum karena tidak sabar, sehingga tidak
mampu mengendalikan dirinya, dan emosinyalah yang meledak. Biasanya perbuatan
melanggar hukum pada orang seperti ini, oranganya tidak berfikir panjang dan
tidak memikirkan akibat hukum dari perbuatan atau tindakkannya. Bagi orang
serupa ini, urusan hukum belakangan yang terpenting baginya ia harus puaskan
dan salurkan emosinya terlebih dahulu.
5. Niat jahat.
Tuntutan hidup atau
pencapaian target atau untuk meraih sebuah kesempatan, sehingga banyak orang
mencari jalan bagaimana ia bisa mencapainya. Orang seperti ini biasanya, akan
melakukan perbuatan melanggar hukum ketika ada yang menjadi hambatan bagi dia
untuk mencapai tujuannya. Mencari-celah-celah hukum yang bisa dimanfaatkan
biasa menjadi “harta karun” bagi orang seperti ini. Kemudian ada juga, orang
seperti ini tidak segan melakukan tindakan untuk menganiaya seseorang yang
tidak ia sukai atau ia pandang sebagai ancaman bagi dirinya.
6. Sudah Terbiasa.
Orang yang sudah biasa
melanggar hukum bukan lagi hal yang aneh dan merepotkan bagi untuk kembali
melakukan pelanggaran hukum. Meskipun sudah pernah mendapat ganjaran, tetapi
ganjaran yang pernah ia terima itu bukannya membuat dia sadar, melainkan ia
makin paham dan mahir untuk melakukan pelanggaran hukum lagi. Orang seperti ini
sudah memperhitungkan akibat yang akan diterima apabila ia melanggar hukum dan
perbuatan itu dilakukannya dengan penuh kesadaran. Pelanggaram hukum ini
bobotnya lebih berat.
7. Karena ada kesempatan
Pada prinsipnya manusia
terlahir baik dan nilai-nilai kebaikan itu ada dalam diri setiap manusia. Dan
manusia pada umumnya cenderung berbuat baik atau melakukan yang baik-baik.
Tetapi karena ada kesempatan atau peluang, ia pun melakukan suatu perbuatan
yang melanggar hukum. Pelanggaran hukum dengan alasan adanya kesempatan,
cenderung dating tiba-tiba ketika melihat objenya.
8. Membela diri.
Alasan melanggar hukum
dengan dalil membela diri merupakan alasan yang tidak kalah seringnya dijadikan
seseorang untuk menghalalkan perbuatannya. Hukum sendiri sebenarnya memberikan
tempat khusus bagi orang yang melanggar hukum karena alasan membela diri, dan
bila alasan membela diri itu bisa dibuktikan dan sesuai dengan ukuran
timbangnya yang diberikan hukum, orang tersebut ada kemungkinan terbebas dari
ancaman hukuman. Tetapi alasan membela diri tidaklah semudah diucapkan karena
banyak hal lain yang terkait dengan perbuatan melanggar hukum bersangkutan.
9. Memilih ketentuan hukum yang
menguntungkan
Karena ada banyak sistem
hukum yang belaku, maka seseorang memilih salah satu ketentuan dari sistem
hukum yang ada. Misalnya dengan hukum agama, seorang laki-laki boleh punya
istri dari satu, tetapi hukum negara tidak mempolehkannya, kecuali ada alasan
yang sah. Maka orang tersebut tetap meneruskan niatnya kawin lagi, dan ia
dengan sadar melanggar hukum negara.
10. Tidak setuju dengan ketentuan hukum
Alasan ini jarang
terjadi, tetetapi bila diselidiki mungkin pernah terjadi. Alasan melanggar
hukum dalam konteks ini lebih merupakan berkatan dengan prinsip yang dianut
seseorang. Tetapi ia tidak dapat dijadikan alasan pembenar, karena setiap
aturan hukum yang dibentuk tidak bisa memuaskan setiap orang. Artinya jika
suatu hukum sudah dibuat dan disepakati oleh lembaga yang sah dan berwenang,
maka setiap orang harus mematuhinya.
11. Tergoda
Tidak sedikit orang
yang melakukan perbuatan melanggar hukum karena tergoda akan sesuatu yang
menguntungkan dirinya, padahal itu itu tahu betul perbuatan yang akan
dilakukannya melanggar hukum. Perbuatan melanggar hukum dengan alasan tergoda
ini bisa berkombinasi dengan alasan-alasan yang lain.
12. Merasa selalu benar
Tidak jarang juga orang
melanggarkan hukum karena merasa dirinya yang paling dan ia menganggap dirinya
mengerti benar dengan hukum. Orang ini seringkali mengabaikan nasehat orang
lain dan selalu mencarikan alasan-alasan bagi pembenaran perbuatannya,
meskiipun kepadanya telah ditunjukkan ada aturan lain dari dari aturan hukum
yang dipahaminya.
13. Punya backing
Kecenderungan untuk melakukan
perbuatan melanggar hukum dan biasanya dilakukan dengan sadar atau orang itu
tidak berfikir panjang mengenai akibat dari perbuatannya, ketika orang itu
mempunyai dekingan atau yang akan diandalkan untuk menyelematkannya dari proses
hukum. Bagi orang ini lakukan saja perbuatan melanggar hukum itu dan nikmati,
“nanti juga beres”, itu yang ditanamkan dalam dirinya. Atau ia punya uang,
sehingga pelanggaran hukum yang dilakukannya dipikirnya bisa selesai . Beberapa
alasan di atas selain hanya berupa hasil pengamatan, ia masih bisa ditambah dan
didalami, dan berkemungkinan akan lebih banyak lagi dari itu. Karena setiap
kasus atau perbuatan melanggar hukum memiliki motif dan factor pendorongnya
sendiri dari si pelanggar hukum.
2.3.
Upaya
Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat
Hukum
merupakan pencerminan nilai-nilai yang terdapat di dalam masyarakat. Menanamkan
kesadaran hukum dapat dilakukan melalui jalur pendidikan. Pendidikan hukum
tidak terbatas hanya pendidikan formal di bangku kuliah saja. Namun juga dapat
dilakukan di luar bangku sekolah. Pembelajaran mengenai hukum sejak dini harus
diajarkan kepada anak-anak. Agar nantinya tertanam dalam diri mereka rasa
kebutuhan akan peraturan hukum. Sehingga kesadaran hukum akan terbentuk sejak
dini.
Pendidikan hukum juga dapat di lakukan dalam lingkup
keluarga. Program pemerintah yakni keluarga sadar hukum (Kadarkum) diharapkan
mampu memberikan pendidikan hukum kepada segenap anggota keluarga. Karena
melalui kelurga orang pertama kali belajar. Pembiasaan akan aturan hukum akan
menimbulkan kesadaran hukum seseorang. Sejak kecil diajarkan bahwa harus
mengendarai kendaraan di lajur kiri mengajarkan bahwa kita harus mentaati
peraturan lalu lintas.
Sebenarnya kesadaran hukum masyarakat dipengaruhi oleh
pemahaman masyarakat akan hukum itu sendiri. Sampai dengan saat ini banyak
masyarakat yang masih buta hukum. Oleh karena itulah diperlukan upaya untuk
mengurangi jumlah masyarakat yang buta hukum. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan penerangan atau penyuluhan hukum. Kesadaran hukum masyarakat akan
meningkat melalui penyuluhan hukum dengan penyampaian dan penjelasan peraturan
hukum agar setiap orang paham akan hak, kewajiban, dan wewenangnya.
Sesungguhnya dalam membentuk kesadaran hukum masyarakat
juga menjadi tanggung jawab bersama. Tak hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah tetapi juga tanggung jawab para akademisi hukum yang notabene lebih
menguasai hukum jika dibandingkan masyarakat awam pada umumnya. Walaupun
kesadaran hukum itu ada pada setiap manusia, tetapi kesadaran hukum itu tidak
selalu disertai dengan perbuatan yang mencerminkan sikap sadar hukum. Contohnya
adalah perilaku korupsi para jaksa yang merupakan penegak hukum. Sangat ironis
ketika selama ini jaksa-jaksa yang biasa bergelut di ranah hukum ternyata
menjadi seorang pelanggar hukum.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
faktor penyebab kurangnya kesadaran hukum di dalam masyarakat itu ada 2
yaitu dari :
Masyarakat : Masyarakat
merasa hukum di indonesia masih belum bisa memberikan jaminan terhadap mereka.
Dan kebanyakan dari mereka masih belum mengerti dan memahami bahasa dari hukum,
sehingga kesadaran masyarakat terhadap hukum itu kurang.
Aparat penegak hukum :
Aparat penegak hukum sebagai pembuat dan pelaksana hukum itu sendiri masih
belum bisa untuk benar-benar menerapkan peraturan yang sudah ditetapkan. Malah
sering aparat penegak hukum yang seharusnya sebagai pelaksana malah melanggar
hukum. Hal itu membuat masyarakat menjadi memandang remeh aparat penegak hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Soerjono,
Faktor-faktor penyebab masyarakat taat
hukum, 1986:49-50,
Ø
L. Pospisil, Faktor-faktor penyebab masyarakat taat hukum,
1971:200-201)
Ø
Bruggink, J.J.H., terjemahan Arief
Sidharta, Refleksi Tentang Hukum, Citra Adtya Bakti, Bandung, 1999.
Ø
d’ Entreves, A.P.,
terjemahan Wirasutisna Haksan, Pengantar Filsafat Hukum, Bhratara,
Jakarta 1963.
Ø
Peters, A.A.G.; Siswosoebroto,
Koesriani, Hukum dan Perkembangan Sosial, Penerbit Sinar Harapan,
Jakarta, 1987.
Ø
Rahardjo, Satjipto, Permasalahan
Hukum di Indonesia, Alumni, Bandung, 1977
Ø
Van Apeldoorn, L.J., Pengantar
Ilmu Hukum, terjemahan Sadino, Oetarid, Noor Komala, Jakarta, 1962
Ø
Van Kan, J.; Beekhuis, J.H., Pengantar
Ilmu Hukum, terjemahan Masdoeki, Moh.O., Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990
Soerjono,
Faktor-faktor penyebab masyarakat taat
hukum, 1986:49-50,
Lihat juga L. Pospisil,
Faktor-faktor penyebab masyarakat taat
hukum, 1971:200-201):
t� R,o e � ��
style='font:7.0pt "Times New Roman"'>
Matohar, Tonding. 2013.
Negosiasi Bisnis. http://tohirmatondang.blogspot.com. Diakses pada tanggal 05
Mei 2013 pukul 22.10 WIB.
·
Purba, Kamsia. 2013.
Kesepakatan Negosiasi Bisnis dalam Persaingan Global. http://heropurba.blogspot.com.
Diakses pada tanggal 05 Mei 2013 pukul 22.10 WIB.